Komunitas Peradilan Semu (KPS) Fakultas Hukum (FH) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, merupakan ruang belajar mahasiswa calon penegak hukum yang bersih. Pada Senin 11 Oktober 2021, mereka menjadi juara umum di National Moot Court Competition (NMCC) Anti Human Trafficking Piala Prof. Hilman Hadikusuma Universitas Negeri Lampung (Unila). Tema yang diusung panitia adalah “Anti Human Trafficking”. Kompetisi peradilan semu yang diikuti oleh seluruh universitas di Indonesia ini berbentuk tim. KPS FH UAD mendelegasikan 18 mahasiswa yang diketuai oleh Mira Julita Sari.
Tim ini beranggotakan dari tiga angkatan, angkatan 18, 19, dan 20. Mereka adalah Danang Rizky Fadila, Muhammad Raffi Adrian, Riqi Setiawan, Ilma Utami, Adimas Faiz Jati Husodo, Suhendar, Dytha Larasati, Nabila Nur Fitria Alifa, Siti Maysaroh, Sugeng Ryadi, Tiara Dian A, Berty Amalia, Riska Rizki S, Mohammad Yusron, Muliyati Pentagoni I, Meli Yulita S, dan Try Fuji Alam. Tak hanya juara umum, KPS FH UAD juga memperoleh berkas jaksa penuntut umum terbaik, berkas hakim terbaik, panitera terbaik penyisihan dan final, majelis hakim terbaik penyisihan dan final, penuntut umum terbaik penyisihan, penasihat umum terbaik penyisihan dan final, serta saksi ahli dan terdakwa terbaik penyisihan dan final. Tim delegasi KPS FH UAD telah melakukan persiapan sejak bulan Maret. Dari mulai melakukan riset ke kejaksaan, pengadilan, praktisi hukum; hakim dan jaksa, setelah itu menyusun berkas yakni berkas penyidik, berkas jaksa, berkas penasihat hukum, dan berkas hakim. Kemudian pelatihan pembuatan video sidang hingga akhirnya lolos pada babak penyisihan. “Tak selesai di situ, pada pertengahan Agustus sampai pertengahan September kami mengejar membuat berkas dan video sidang dengan isi yang berbeda untuk babak final,” tutur Dytha Larasati, salah satu anggota tim delegasi KPS FH UAD, (11-10-2021). Kasus yang mereka angkat adalah perdagangan manusia. Terdakwanya adalah seorang direktur perusahaan furniture yang seharusnya menggunakan web untuk menjual furniture, tetapi disalahgunakan sebagai wadah perdagangan anak di bawah umur, dan dijual ke perusahaan yang bergerak dalam penangkapan ikan di laut. Mahasiswa yang kerap disapa Dytha itu juga menambahkan, “Para korban ini nantinya akan dipekerjakan di kapal untuk menangkap ikan dengan upah yang tidak sesuai. Ketika korban ini sudah tidak bisa bekerja, mereka akan diturunkan di pelabuhan yang sudah tidak beroperasi. Ini cerita singkat kasus saat babak penyisihannya.” Mengikuti lomba tentu tak lepas dengan hambatan atau kesulitan, apalagi ini adalah tim yang beranggotakan 18 mahasiswa. Menyatukan pikiran dengan karakter yang berbeda menjadi tantangan tersendiri bagi mereka.